Profil Desa Pandansari

Ketahui informasi secara rinci Desa Pandansari mulai dari sejarah, kepala daerah, dan data lainnya.

Desa Pandansari

Tentang Kami

Jelajahi profil Desa Pandansari, Paguyangan, Brebes, surga agrowisata di lereng Gunung Slamet. Dikenal dengan Kebun Teh Kaligua, Telaga Ranjeng, dan potensi pertanian dataran tinggi, desa ini menawarkan perpaduan alam sejuk, sejarah, dan ekonomi yang dina

  • Pusat Agrowisata Unggulan

    Desa Pandansari merupakan lokasi dari Agrowisata Kaligua, sebuah destinasi yang mencakup hamparan kebun teh, situs bersejarah Goa Jepang, dan Cagar Alam Telaga Ranjeng, sebagai motor penggerak ekonomi dan pariwisata utama di wilayah Brebes selatan

  • Lumbung Sayuran Dataran Tinggi

    Selain teh, desa ini menjadi salah satu sentra produksi utama komoditas sayuran bernilai tinggi seperti kentang, wortel, dan kubis, yang memasok kebutuhan pasar lokal maupun nasional

  • Perpaduan Alam Sejuk dan Nilai Sejarah

    Berada di ketinggian, Desa Pandansari menawarkan udara yang sejuk dan panorama alam yang memukau, diperkaya dengan peninggalan sejarah era kolonial berupa perkebunan teh yang masih beroperasi hingga kini

Pasang Disini

Diapit oleh perbukitan hijau di lereng barat Gunung Slamet, Desa Pandansari, Kecamatan Paguyangan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, telah memantapkan dirinya sebagai salah satu desa paling vital di wilayah Brebes bagian selatan. Dikenal luas sebagai rumah bagi Agrowisata Kaligua yang mempesona, desa ini bukan hanya sekadar tujuan wisata, melainkan sebuah ekosistem sosial dan ekonomi yang hidup, ditopang oleh kesejukan alam, kesuburan tanah dan jejak sejarah yang panjang.

Sejarah dan Asal-Usul Desa

Sejarah Desa Pandansari tidak dapat dipisahkan dari dua narasi besar, yaitu legenda lokal dan pembukaan lahan perkebunan oleh pemerintah kolonial Belanda. Menurut cerita tutur yang berkembang di masyarakat, nama Pandansari berasal dari tokoh bernama Ki Bromo Sari dan putrinya, Pandan Arum, yang disebut sebagai pendiri awal pemukiman di wilayah tersebut.

Namun perkembangan signifikan yang membentuk wajah desa seperti sekarang ini terjadi pada akhir abad ke-19. Berdasarkan catatan sejarah, pada tahun 1879, sebuah perusahaan Belanda, NV. Cultur Onderneming, membuka lahan perkebunan teh yang luas di kawasan ini. Perkebunan yang kemudian dikenal sebagai Kaligua inilah yang menjadi cikal bakal pusat aktivitas ekonomi dan menarik para pekerja dari berbagai daerah, yang kemudian menetap dan membentuk komunitas Desa Pandansari yang lebih terstruktur. Peninggalan era kolonial ini masih terasa kental, terutama melalui operasional perkebunan yang kini dikelola oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX.

Kondisi Geografis dan Demografi

Desa Pandansari memiliki letak geografis yang unik, menjadikannya salah satu desa tertinggi di Kabupaten Brebes. Secara administratif, desa ini berjarak sekitar 14 kilometer ke arah timur dari pusat Kecamatan Paguyangan. Wilayahnya berada pada ketinggian antara 1.020 hingga 2.050 meter di atas permukaan laut (mdpl), menyebabkan suhu udara di kawasan ini sangat sejuk, berkisar antara 8 hingga 22 derajat Celsius.

Luas wilayah Desa Pandansari tercatat sekitar 20,80 km² atau 2.080 hektar. Wilayah yang luas ini didominasi oleh lahan perkebunan teh dan pertanian hortikultura. Batas-batas wilayah Desa Pandansari yaitu:

  • Sebelah Utara: Desa Wanareja

  • Sebelah Selatan: Desa Wanatirta

  • Sebelah Timur: Desa Karangtengah

  • Sebelah Barat: Desa Cipetung

Berdasarkan data kependudukan dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Brebes, jumlah penduduk Desa Pandansari pada tahun 2023 mencapai 11.211 jiwa. Dengan luas wilayah tersebut, kepadatan penduduk desa ini ialah sekitar 539 jiwa per kilometer persegi. Angka ini menunjukkan kepadatan yang relatif rendah, selaras dengan karakteristik wilayahnya yang berupa kawasan perkebunan dan pertanian yang luas. Penduduk desa tersebar di beberapa dusun, di antaranya Dusun Tretepan, Igirpandan, Kalikidang, Embel, Taman, dan Kaligua.

Potensi Ekonomi: Jantung Agrowisata dan Pertanian

Perekonomian Desa Pandansari ditopang oleh dua sektor utama yang saling berkaitan: agrowisata dan pertanian. Keduanya memanfaatkan keunggulan geografis dan kesuburan tanah yang dimiliki desa.

Sebagai ikon utama, Agrowisata Kaligua menjadi magnet pariwisata yang menarik pengunjung domestik maupun mancanegara. Dikelola secara profesional oleh PTPN IX, kawasan ini menawarkan pengalaman wisata yang lengkap. Pengunjung dapat menikmati hamparan kebun teh yang menyejukkan mata melalui aktivitas tea walk, melihat langsung proses pengolahan teh dari pemetikan hingga menjadi produk siap seduh di pabrik, serta mengunjungi berbagai spot menarik di sekitarnya.

Di dalam kawasan Agrowisata Kaligua, terdapat beberapa daya tarik lain yang tak kalah memikat. Salah satunya ialah Cagar Alam Telaga Ranjeng, sebuah telaga alami yang tenang dan dikelilingi hutan lebat. Telaga ini memiliki keunikan karena dihuni oleh ribuan ikan lele yang dikeramatkan oleh masyarakat setempat. Tak jauh dari telaga, terdapat Goa Jepang, sebuah gua buatan peninggalan masa pendudukan Jepang yang dulunya berfungsi sebagai tempat persembunyian dan penyimpanan logistik. Selain itu, sumber mata air Tuk Bening yang jernih turut melengkapi pesona alam Kaligua.

Di luar sektor pariwisata, pertanian menjadi tulang punggung kehidupan sebagian besar masyarakat. Tanah yang subur dan iklim yang dingin sangat ideal untuk budidaya sayuran dataran tinggi. Komoditas unggulan seperti kentang, wortel, dan kubis (kobis) dihasilkan dalam jumlah besar dan berkualitas tinggi. Hasil panen ini tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan lokal, tetapi juga dipasarkan ke berbagai kota besar seperti Purwokerto, Cirebon, hingga Jakarta, menjadikan Pandansari sebagai pemasok sayuran yang penting.

Kehidupan Sosial dan Budaya Masyarakat

Mayoritas penduduk Desa Pandansari menggantungkan hidupnya sebagai petani sayur dan buruh pemetik teh di perkebunan Kaligua. Pola kehidupan masyarakat sangat dipengaruhi oleh ritme alam dan siklus pertanian. Semangat kebersamaan dan gotong royong masih terasa kental dalam aktivitas sehari-hari, baik dalam kegiatan sosial maupun pertanian.

Interaksi antara masyarakat desa dengan pihak pengelola perkebunan PTPN IX terjalin secara simbiosis mutualisme. Perkebunan menyediakan lapangan pekerjaan bagi ribuan warga, sementara masyarakat menjadi tenaga kerja vital yang menopang operasional perkebunan. Hubungan ini telah terjalin selama puluhan tahun dan membentuk struktur sosial yang khas di Pandansari.

Dalam aspek budaya, masyarakat masih melestarikan beberapa tradisi lokal. Salah satunya yaitu tradisi Ratiban yang dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu sebagai bentuk ungkapan syukur dan doa bersama. Kehidupan yang religius dan menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan lokal menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas masyarakat Desa Pandansari.

Infrastruktur dan Aksesibilitas

Akses untuk mencapai Desa Pandansari terbilang cukup menantang namun sepadan dengan pemandangan yang disajikan. Dari jalur utama Tegal-Purwokerto, pengunjung harus mengambil rute menanjak melalui Paguyangan menuju Kaligua. Kondisi jalan yang berkelok dan menanjak membutuhkan kewaspadaan ekstra dari pengendara. Meskipun pemerintah daerah terus berupaya melakukan perbaikan, kondisi jalan di beberapa titik masih menjadi perhatian, terutama saat musim hujan.

Dari segi fasilitas publik, desa ini telah dilengkapi dengan sarana pendidikan dari tingkat dasar hingga menengah. Terdapat sekolah dasar negeri dan sekolah menengah yang melayani kebutuhan pendidikan anak-anak setempat. Untuk layanan kesehatan, tersedia pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) pembantu dan beberapa praktik kesehatan swasta.

Seiring perkembangan zaman, Desa Pandansari juga mulai beradaptasi dengan teknologi. Berdasarkan rilis dari situs resmi desa pada awal tahun 2025, Pemerintah Desa Pandansari mencanangkan program transformasi digital untuk meningkatkan pelayanan publik dan mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis digital. Inisiatif ini diharapkan dapat membuka akses informasi yang lebih luas bagi masyarakat.

Tantangan dan Harapan Pembangunan

Sebagai desa yang terus berkembang, Pandansari menghadapi sejumlah tantangan. Salah satu yang utama ialah isu infrastruktur jalan. Kondisi jalan yang belum optimal menjadi kendala dalam kelancaran distribusi hasil pertanian dan kenyamanan wisatawan. Risiko bencana alam seperti tanah longsor juga menjadi ancaman laten mengingat topografi wilayah yang curam, terutama saat curah hujan tinggi.

Di sektor pariwisata, tantangan yang dihadapi ialah bagaimana menyeimbangkan antara peningkatan jumlah kunjungan dengan pelestarian lingkungan. Pengelolaan sampah dan pencegahan kerusakan alam akibat aktivitas wisata menjadi pekerjaan rumah bersama bagi pemerintah desa, pengelola wisata, dan masyarakat. Selain itu, diversifikasi produk wisata di luar Kaligua perlu terus didorong untuk memberikan lebih banyak pilihan bagi pengunjung dan mendistribusikan manfaat ekonomi secara lebih merata.

Meskipun demikian, masa depan Desa Pandansari tampak cerah. Komitmen pemerintah desa untuk menjadi desa digital, ditambah dengan statusnya sebagai destinasi wisata unggulan, membuka peluang besar untuk kemajuan. "Pekan Aspirasi yang hasilnya dimasukkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) menunjukkan adanya partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan," seperti yang pernah diulas dalam sebuah kegiatan peningkatan kapasitas Badan Permusyawaratan Desa (BPD) beberapa waktu lalu. Inovasi di sektor pertanian, seperti pengembangan produk olahan sayur, dan penguatan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di sektor pariwisata, seperti homestay dan kuliner lokal, menjadi kunci untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.

Desa Pandansari merupakan representasi sempurna dari sebuah wilayah yang berhasil memadukan potensi alam, warisan sejarah, dan dinamika ekonomi. Lebih dari sekadar hamparan kebun teh dan ladang sayur, desa ini ialah rumah bagi komunitas yang tangguh, yang hidup selaras dengan alam sambil terus beradaptasi dengan tuntutan zaman. Dengan pengelolaan yang tepat dan partisipasi aktif warganya, Desa Pandansari tidak hanya akan bertahan sebagai surga tersembunyi di ketinggian Brebes, tetapi juga akan terus bersinar sebagai contoh desa agrowisata yang maju dan mandiri.